Selasa, 13 Mei 2014

I Will be Stay in Here



I Will be Stay in Here
Oleh : Lavira Az-Zahra

Di bawah langit yang sama, menunggu ikhwan yang sama pula. Saat ini, mendung menyaput langit, apa hujan akan datang? Hati membiru, tepatnya lebam karena aku jatuh di hatimu.
Masih terpatri dalam ingatanku, senja di Teluk Penyu setahun yang lalu. Terucap janji setia, gemuruh ombaklah saksinya. Dan benda yang kupegang ini adalah sebentuk kenangan yang takkan habis termakan waktu. Di sini, masih kugenggam erat Sands of Time darimu, namamu terukir jelas di sana. -Dan kuyakin kepingan yang lain masih kaujaga, seperti hatimu yang selalu menjaga cinta pada bentang saujana yang menghalang netra.-
“Percayalah,Virra... aku akan segera menjemputmu. Baik-baik di sana, tunggu aku di batas kota,” Kuterima pesan ini tiga hari yang lalu. Tahukah kamu, Dir? Aku mempercayaimu, dan kutahu cintamu bisa kau pertanggungjawabkan kepadaNya. Karena memang cinta kita karenaNya.
Aku selalu menyebutmu Lelaki Hujan, karena memang setiap untaian kata darimu selalu dapat menenangkanku. Layaknya rintik itu yang membasahi bumi, dia tahu saat yang tepat untuk meredakan panas yang meradang daratan.
***
Pekat, membunuh malam. Kini sendiri menyepuh rindu, terpaku menerjemah sunyi yang membelenggu. Kudengar rintik masih saja merinaikan rinduku. Ah, apa kau merinduku? Kau pernah bilang kala kita berdua menghabiskan waktu, sebelum kau kembali ke pondokmu. “Aku akan jadi hujan, Virra. Kau akan merasa aku hadir saat rintik menyapamu.”
“Dan bila kemarau panjang, apa hujan akan datang? Mustahil.” Ucapku teramat lugu, karena aku merasa tak bisa jauh darimu. Takut kehilangan lebih jelasnya.
Dengan tegas kaukembali meyakinkanku, “Apa kau meragukanNya?” pertanyaanmu membuatku yakin cinta kita akan tetap menyatu karenaNya.
Aih, rintik mereda. Padahal rindu ini masih menggebu. Dan ketika kumerindu seperti saat ini, ingin rasanya kupanggil hujan tuk samarkan tangisku. Agar aku selalu menyatu denganmu kala rintik berjatuhan, menebar wangi petrichol, seharum kasturi rindu. Berlabuh dan berserah pada arus ombak yang membawaku terdampar di Teluk Penyu.
***
“Ini tanggal berapa?” tanyaku padamu saat kita terhubung di line telepon sore itu.
“Tiga belas Mei, Sayang. Ada apa?” aku yakin kau berpura-pura tak merespon pertanyaanku. Tiga puluh detik kita berdiam. “Aku pasti menemuimu, setelah wisuda. Sabar Sayang.” Lanjutmu dengan suara tergetar, jelas aku mendengar isak rindumu, Mas Dira.
Napasku tertahan, sesak kembali meradang. Kugenggam erat Sands of Time, bulir hangat menitik di senja yang terbalut rindu.
“I will be stay in here, Dear.” Bisikku.
“Berjanjilah, untuk sabar menunggu, percayalah Virra... aku akan segera menjemputmu. Baik-baik di sana, tunggu aku di batas kota,” kau mengulangi janjimu kala itu.
Rintik tiba-tiba menyapa, ah benarkah ini Mei? Serasa September ada di depan mata. Gemericik air kudengar tegas seiring derasnya rindu di antaranya kita. “Aku sayang kamu.” Ucapmu pelan, di tengah hujan. Dan kusadari hujan masih teramat setia kurasa.

Kota Mustika, 14 Mei 2014*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar